untited, I think... :)

saat usia kita bertambah, saat masa berubah, saat kita kehilangan arah...

saat itu jugalah...
tulisan-tulisan kita di masa lalu mengingatkan kita dan menjadi semangat baru...
agar kita bisa maju ke depan...


so, write something from now on, guys~! d^ ^b

Kamis, 30 September 2010

Athena Case, Cerpen Fiksi Gaje Terbaru Saya~!


“Waah, Athena! Aku selalu bermimpi datang ke kota ini!” suara riang terdengar menggema dari mulut seorang gadis berkulit agak putih yang terlihat sedang berjalan membelah kota suci dewa ini.

Perkenalkan, gadis ini bernama Anneliese. Hei, jangan terjebak dengan warna rambutnya yang memang agak pirang dan nama luar negeri-nya! Ia seorang Indonesia yang setia! Dengan setengah darah Jerman maksudku.

“Anneliese!” seseorang memanggilnya dari belakang, saat ia sedang berusaha mengabadikan setiap lekuk kuil Parthenon di otaknya. Ia menoleh, sebelum akhirnya berlari menyongsong orang yang memanggilnya.

“Ayah!” Anneliese memeluk erat sesosok pria paruh baya. Ayahnya.

“Selamat datang di tanah dewa-dewi, anakku.” 

********

“Jadi, apa masalah Ayah kali ini?” Anneliese kini duduk di ruang kerja ayahnya. Sang Ayah masih sibuk membalik-balik kertas, mencari berkas yang dimaksud.

“Bingo. Ini dia masalahku, nak,” Ayah meletakkan beberapa lembar berkas ber-kop surat Europol, badan Intelijen Eropa. Ayahnya adalah perwakilan Jerman di badan rahasia ini.

Anneliese membaca halaman demi halaman berkas itu, sebelum akhirnya terhenti. “Pencurian benda sejarah?” Anneliese tak mampu menahan rasa penasarannya. “Mengapa hal-hal seperti ini sampai harus dilimpahkan kepada Europol?”

“Pemerintah Yunani menganggap ini dengan sangat serius. Pencurian ini bisa menimbulkan konflik antar negara – menurut mereka.” Ayah menghela nafas, merasa percuma “turun gunung” dari daratan dingin Jerman di utara sana ke teriknya Yunani.

“Ya, aku akan bantu Ayah sebisaku. Tapi, besok ya Yah? Sepertinya aku terkena penyakit jet lag. Ya?” Anneliese merajuk. Memang benar, perjalanan terbang dari Jakarta ke Athena memang memakan waktu yang cukup panjang.

“Aku tahu, pakai saja kamar yang ada, yang mana saja,” Ayah tersenyum menatap putri satu-satunya ini. Tidak mungkin ia mengajaknya tur kecil keliling kantornya, apalagi keliling Athena. Ia yakin, Anneliese punya caranya sendiri untuk menyelesaikan semuanya.

********

“Selamat pagi semua, aku Anneliese. Salam kenal!” Anneliese membungkuk hormat pada empat orang dihadapannya. Sementara orang-orang itu memancarkan berbagai ekspresi untuk menyambut gadis ini.

“Selamat datang, Nona Anneliese. Perkenalkan, saya Serenity Langley, kepala Museum Athena ini. Mohon bantuannya,” seorang gadis bernama Serenity maju dan menjabat tangan Anneliese. Sementara seorang lainnya hanya terdiam dan menatap Anneliese curiga.

“Kenapa Europol mengirimkan seorang gadis kecil untuk mengurus masalah ini?” orang itu  berkata dengan nada ketus. Seorang berkulit terbakar matahari. Siapapun ia, yang jelas ia berhasil membuat Anneliese murka.

“Yah, terserah Anda. Yang penting, saya bukan seorang gadis kecil dan saya mampu memecahkan kasus ini, Tuan Malik Mikheel.” Anneliese berhasil mengingat nama pria itu yang tercantum pada berkas di dalam tas batiknya.

“Ah, sudahlah. Nona, ayo saya antar berkeliling. Sekaligus saya ingin menceritakan semuanya.” Serenity menggiring Anneliese menjauhi Malik, sebelum Perang Dunia 3 terlanjur berkobar.

********

“Jadi, benda apa saja yang hilang dari museum Anda, Nona Langley?” tanya Anneliese dengan nada bicara yang kaku. Serenity tertawa kecil mendengarnya.

“Cukup panggil aku Serenity, aku tak suka formalitas macam itu. Terlalu mengekangku,” kata Serenity geli. Anneliese turut tertawa mendengarnya.

“Kalau begitu, panggil aku Anneliese saja, tanpa embel-embel apapun. Jadi, benda apa saja yang menghilang itu?” Anneliese mengulangi pertanyaannya.

“Benda yang hilang adalah topeng Pharaoh yang merupakan tanggung jawab Malik Mikheel, orang yang tadi berdebat denganmu,” kata Serenity geli. Sementara Anneliese merasa rahangnya menguat saat mendengar nama orang yang membuatnya naik darah itu disebut. 

“Memang tidak ada pengamanan ekstra, tapi aku tetap ingin memajangnya.”

“Tunggu dulu! Kenapa kau memilih memajang benda seberharga itu di museummu ini? Bukannya play model sama sekali tak ada hubungannya dengan museum ini?” sela Annelies yang benar-benar merasa penasaran dengan semua itu.

“Karena aku menyukainya! Maka dari itu aku memajangnya!” dengan nada ringan Serenity menjawab, seperti seorang anak yang baru saja mendapatkan mainan yang sejak lama diimpi-impikannya. Dari sanalah Annelies mulai bisa menyimpulkan bahwa gadis anggun di hadapannya ini memang benar-benar bukan gadis biasa.
 
********

Anneliese mencoba untuk mencerna semuanya. Ia membuka laptopnya dan mulai berusaha mencari tahu lebih dalam tentang kasus ini. Ia berinisiatif membuka e-mail yang ayahnya kirim tadi siang.

“Aku kesepian,” gumamnya kecil. Ia memang sedang sendirian dirumahnya. Ayahnya sedang pergi ke Inggris untuk mengurus kasus lainnya, sekaligus menjemput ibunya yang kebetulan sedang berada di sana.

Keluarga Anneliese memang bukanlah keluarga biasa. Keluarga ayahnya di Jerman adalah keluarga ilmuwan yang terkenal, sementara keluarga ibunya adalah keturunan langsung Keraton Yogakarta. Orangtuanya bertemu saat terjadi kasus di Jerman yang berhubungan dengan Warga Negara Indonesia, dimana ayahnya sudah bergabung dengan Europol sementara ibunya adalah diplomat Indonesia di Jerman. Mereka sempat bersitegang, meskipun semuanya bisa berakhir bahagia.

Ia lalu mencari tahu tentang keluarga Langley, asal-usul Serenity. Ternyata keluarganya adalah keluarga arkeolog yang sudah terkenal di dunia. Sementara Serenity sendiri bisa lulus dari master bidang sejarah dan arkeologi di umur 19 tahun. Ternyata memang bukan orang-orang biasa.

Saat ia hendak lebih menyelidiki lagi, tiba-tiba ia mendengar suara pintu apartemen terbuka. Ia segera bangun dari posisinya lalu memasang kuda-kuda siaga. Pencuri macam apa yang akan nekat mencuri dirumah seorang agen Europol? Ia tertawa kecil saat membayangkan betapa pucatnya wajah pencuri itu jika ia tahu semuanya. Tapi ternyata…

“Anneliese? Kamu dimana nak?” suara lembut yang begitu ia kenal. Ia tanpa segan berlari ke arah sumber suara, dan tersenyum lebar saat melihat siapa yang datang sebenarnya.

“Selamat datang Ayah, Bunda!”

********
“Bagaimana perkembangan kasusnya, ndo?” tanya Bunda selagi melepas jilbabnya. Annelies tersenyum.

“Aku sudah menemukan titik terangnya, Bunda, tinggal menghubungkan semuanya!” cerita Anneliese semangat. “Aku juga jadi dapat teman baru disini, meskipun ada juga orang yang menyebalkan,” Anneliese tersenyum saat mengingat Serenity, dan merengut saat mau tak mau mengingat Malik.

“Bagus kalau kamu bisa bertemu teman baru, tapi jangan sampai mengganggu objektivitasmu, oke?” Ayah mengelus rambut ikal panjang Anneliese saat menghampirinya.

“Bagaimana kasus di Inggris? Sudah selesai?” tanya Anneliese pada ayahnya. Ayah tersenyum lembut.

“Sudah selesai. Ayah pikir akan jadi sesulit apa, tapi ternyata tidak seperti itu juga.” Ayah tertawa senang.

“Bunda bagaimana? Apa kata Kedutaan Besar kita di London?” Anneliese melirik bundanya.

“Ternyata bukan masalah besar, hanya masalah yang dibesar-besarkan.” Bunda menghela nafas lelah.

Nah, kan? Mereka sama sekali bukan keluarga biasa!

********
Mulai hari ini, Anneliese memutuskan untuk tidak pergi ke museum dulu hingga ia bisa memecahkan kasus ini. Ia memilih pergi ke Pusat Kebudayaan Islam di Athena. Ia ingin mencari ketenangan dulu, tapi ia malah bertemu dengan orang yang tak ia duga.

“Anneliese?” orang itu menyadari Anneliese sekalipun gadis itu sedang berjilbab. Orang itu adalah Malik.

********

“Jadi kau sering membantu mengajar di sana?” tanya Anneliese dengan nada sedikit tidak percaya. Mereka kini mengobrol di taman masjid.

“Hei! Begini-begini aku menguasai ilmu agama! Aku sendiri kaget, kau ternyata seorang muslim. Kalau dari nama dan kulitmu, aku menyangka kau seorang Kristiani.” Malik yang merasa dihina balik menyerang Anneliese.

“Aku tahu. Itu pemberian ayahku yang memang seorang Jerman. Ibuku orang Indonesia, keluarga Keraton Yogyakarta yang tradisi Islamnya kuat. Ayahku sendiri sudah menjadi muallaf jauh sebelum mengenal Ibu. Kau sendiri, nama belakangmu aneh.” Anneliese balik bertanya (atau mencibir, siapa yang tahu?)

“Sama sepertimu, nama ini pemberian ayahku. Aku tak tahu ayahku seperti apa, karena ia meninggal saat aku bayi. Ibuku seorang Mesir yang tegas dalam hal agama. Dan inilah aku. Aku hanya memiliki Ibu untuk disayangi. Keluarga kami terbuang dari negeri sendiri karena pendahulu ibuku terlalu sering mengkritik pemerintah di zamannya.” Malik menjawab sembari menerawang langit biru diatas kepalanya.

‘Tak terbayang jika orang macam inilah yang mencuri benda sejarah itu.’ Batin Anneliese ragu dalam hati.

********

Ia dengan tergesa masuk ke apartemen. Tanpa ampun ia membuka laptop dan membaca keterangan apapun dalam berkas-berkas yang ia dapatkan. Entah untuk berapa lama ia terus-menerus mengkaji bahan-bahan itu. Sebelum akhirnya ia berseru keras-keras.

“Got’cha!”

********

“Apa alasanmu menuduhku mengambil topeng Pharaoh itu, Anneliese? Jangan katakan akibat dendam pribadi, karena itu bukan motto hidupku.” Serenity menanggapi tuduhan Anneliese dengan tenang.

“Karena semua penjagaan terlalu longgar. Kau sengaja melakukannya karena kau merasa Pemerintah Mesir tidak memperhatikan penemuan besar ini hanya karena keluarga Malik sebagai penemunya sering mengkritik keras pemerintah. Kau sengaja mencari cara untuk ‘menjadikan-benda-ini-berharga’ dengan cara membuat kabar kalau benda ini hilang.” Anneliese dengan sekuat tenaga mengeluarkan hipotesisnya.

“Lalu dimana aku menyimpan benda seberharga itu? Tentu saja kalau sembarang simpan bisa dicuri kan?” Serenity mulai membela diri.

“Bukan hal yang sulit bagimu, seorang anggota keluarga Langley untuk menyimpan benda bersejarah di brankas keluargamu sendiri kan? Disana – menurut penyelidikan Europol terdapat begitu banyak benda bersejarah yang tak ternilai lagi harganya. Apa aku benar?” Anneliese menjawab semuanya dengan lancar. Sementara Malik masih tertegun. Ia benar-benar sulit mempercayai kalau Anneliese bisa memecahkan semua ini.

********
“Kau benar-benar mau pulang?” Malik enggan menatap mata kecoklatan Anneliese. Gadis itu mengangguk pasti. Semua masalah sudah selesai. Serenity tak dimasukkan ke penjara karena tindakannya dinilai sebagai tindakan penyelamatan benda bersejarah. Ia malah mendapatkan penghargaan atas tindakan ekstrim-nya itu dari pemerintah Yunani.

“Aku harus pulang. Tugas kuliahku menanti di Indonesia, hahaha...” Anneliese tertawa pasrah. Mengapa di dunia ini harus ada tugas?

“Bagaimana caraku berterimakasih padamu, Anneliese?” Malik bertanya dengan wajah bersemu merah. Membuat wajah gadis dihadapannya juga memerah. Tapi pemberitahuan keberangkatan menuju Indonesia membuyarkan segalanya.

“Kunjungi saja rumahku! Semua orang Indonesia tahu rumahku! Sebutkan Keraton Yogyakarta, dan ada seribu jalan untukmu!” Anneliese menjawab sembari berlari. Malik hanya mampu melambaikan tangan dan mengangguk pasti…


… dengan senyuman penuh arti di bibirnya.

********

*berakhir dengan gaje dan abal~!*

Kapaaan ya saya bisa ke sini...? :*